RASISME DAN KOLONIALISME DARWIN
Teman dekat Darwin, Profesor Adam Sedgwick, termasuk
salah seorang yang melihat bahaya yang akan dimunculkan teori evolusi di masa
mendatang. Setelah membaca dan menyelami isi The Origin of Species,
ia mengatakan: “Jika buku ini diterima
masyarakat luas, maka buku ini akan memunculkan kebiadaban terhadap ras manusia
yang belum pernah tersaksikan sebelumnya.”7 Dan ternyata waktu menunjukkan bahwa
kekhawatiran Sedgwick terbukti benar. Abad ke-20 telah tercatat dalam sejarah
sebagai zaman kegelapan di mana manusia melakukan pembunuhan masal terhadap
sesamanya hanya karena ras atau suku bangsa mereka.
Dalam sejarah manusia, diskriminasi
dan pembantaian dengan alasan yang sama tersebut memang telah terjadi sejak
sebelum Darwin. Namun Darwinisme telah
memberikan alasan ilmiah dan pembenaran palsu atas tindakan tersebut.
“Pelestarian
Ras-Ras Pilihan...”
Kebanyakan para pendukung Darwinisme di zaman kita
menyatakan bahwa Darwin tidak pernah berpandangan rasis, akan tetapi para
rasislah yang mengemukakan pemikiran Darwin secara salah untuk disesuaikan
dengan pandangan mereka sendiri. Mereka menegaskan bahwa kalimat “By the Preservation of
Favoured Races” (Dengan Pelestarian Ras-Ras Pilihan) yang
merupakan judul tambahan dari The Origin
of Species hanya berlaku pada binatang. Tetapi, mereka telah mengabaikan
perkataan Darwin tentang ras-ras manusia dalam bukunya.
Menurut pandangan yang dikemukakan
Darwin dalam buku ini, ras-ras manusia berada pada tahap evolusi yang berbeda,
dan sejumlah ras telah berevolusi dan mengalami
perkembangan yang lebih cepat dibanding ras-ras lain. Sebaliknya, beberapa dari
mereka hampir setingkat dengan kera.
Darwin menyatakan bahwa “perjuangan
untuk mempertahankan hidup” juga terjadi antar ras-ras manusia. “Ras-ras
pilihan” muncul sebagai pemenang dalam pertarungan ini. Menurut Darwin, ras-ras
terpilih adalah bangsa kulit putih Eropa. Sementara ras Asia dan Afrika telah
tertinggal dalam perjuangan untuk mempertahankan hidup. Darwin bahkan melangkah
lebih jauh dengan menyatakan bahwa ras-ras ini tak lama lagi akan kalah dalam
pertarungan untuk mempertahankan hidup di seluruh dunia, dan kemudian musnah.
Menurutnya:
Di masa mendatang, tidak sampai berabad-abad lagi,
ras-ras menusia beradab hampir dipastikan akan memusnahkan dan menggantikan
ras-ras biadab di seluruh dunia. Pada saat yang sama, kera-kera mirip manusia
…tidak diragukan lagi akan dimusnahkan, selanjutnya jarak antara manusia dengan
padanan terdekatnya akan lebih lebar, karena jarak ini akan memisahkan manusia
dalam keadaan yang lebih beradab, sebagaimana yang kita harapkan, dari
Kaukasian sekalipun, dengan jenis-jenis kera serendah babon, tidak seperti sekarang yang hanya memisahkan negro atau
penduduk asli Australia dengan gorila. 8
Di bagian lain dari buku The Origin of Species, Darwin kembali
menyatakan keharusan ras-ras rendah untuk musnah dan tidak perlunya orang-orang
lebih maju untuk melindungi dan menjaga mereka agar tetap hidup. Ia
membandingkan hal ini dengan orang-orang yang membiakkan binatang ternak:
Orang-orang
biadab yang memiliki kelemahan pada tubuh dan akal dengan segera akan
terhapuskan;
dan mereka yang bertahan hidup biasanya memperlihatkan kondisi kesehatan yang
prima. Sebaliknya, kita manusia-manusia beradab justru berusaha keras untuk
menghentikan proses penghapusan ini; kita bangun rumah-rumah perawatan bagi
orang-orang berpenyakit jiwa, cacat dan sakit; kita terapkan undang-undang bagi
kaum miskin; dan para pekerja medis kita berusaha sekuat tenaga untuk
menyelamatkan nyawa setiap manusia hingga detik yang terakhir. Ada alasan yang
memang dapat dipercaya bahwa vaksinasi telah menyelamatkan ribuan orang, yang
jika kondisi kesehatannya lemah akan terserang penyakit cacar. Dengan demikian,
orang-orang lemah dari masyarakat beradab mampu terus melangsungkan keturunan
mereka. Tak seorang pun yang pernah mengetahui cara pembiakan hewan-hewan
piaraan akan ragu bahwa tindakan ini pasti sangat merugikan bagi ras manusia. 9
Sebagaimana telah kita ketahui,
dalam bukunya The Origin of Species
Darwin menganggap masyarakat pribumi Australia dan Negro berada pada tingkatan
yang
sama dengan gorila, dan menyatakan bahwa ras-ras ini akan
lenyap. Sedangkan terhadap ras-ras lain yang dianggapnya ras “rendah”, ia
berpendapat perlunya mencegah mereka beranak-pinak demi menghantarkan ras-ras
ini pada kepunahan. Demikianlah, jejak rasisme dan diskriminasi yang masih kita
jumpai di masa kini mendapatkan restu dan pembenaran dari Darwin.
Sedangkan tugas bagi “orang yang
beradab” , menurut pandangan rasis Darwin, adalah untuk sedikit mempercepat
masa evolusi, sebagaimana akan kita bahas lebih rinci pada bagian selanjutnya.
Dalam keadaan seperti ini, tidak ada keberatan dari sudut pandang “ilmiah”
terhadap tindakan pemusnahan ras-ras rendah ini sekarang juga; sebab
bagaimanapun juga mereka pada akhirnya akan segera lenyap.
Pandangan rasis Darwin berdampak
nyata di banyak tulisan dan hasil pengamatannya. Sebagai contoh, ia secara
terbuka memperlihatkan pandangan rasisnya ketika menggambarkan keadaan
masyarakat pribumi Teirra del Furo yang disaksikannya selama pelayaran jauh
yang ia ikuti sejak tahun 1871. Ia menggambar-kan pribumi tersebut sebagai
makhluk hidup yang “sepenuhnya telanjang, seluruh tubuhnya dipenuhi zat warna,
memakan apa saja yang mereka temukan layaknya binatang liar, sulit diatur,
kejam terhadap siapapun yang bukan sukunya, merasa senang ketika menyiksa
musuh, mempersembahkan kurban berdarah, membunuh anak-anak mereka sendiri,
memperlakukan istri dengan kasar, meyakini banyak takhayul yang aneh.”
Sebaliknya, seorang peneliti, W.P. Snow, yang sepuluh tahun sebelumnya telah
mengunjungi wilayah yang sama, mengemukakan pemandangan yang sangat berbeda.
Menurut Snow, penduduk Tiera Del Fuego adalah “orang-orang yang terlihat sehat
dan kuat; sangat mencintai anak-anak mereka; sejumlah barang mereka dibuat
dengan sangat ahli; mereka mengenal semacam hak kepemilikan terhadap sesuatu;
dan mereka memberikan wewenang dan kuasa kepada beberapa perempuan yang
dituakan.” 10
Kolonialisme
Inggris dan Darwinisme
Negara yang paling banyak diuntungkan oleh pandangan
rasis Darwin adalah tanah air Darwin sendiri, Inggris. Di tahun-tahun ketika
Darwin mengemukakan teorinya, Inggris Raya tengah mendirikan imperium
kolonialis nomor satu di dunia. Seluruh sumber kekayaan alam dari India hingga
Amerika Latin dikeruk oleh Imperium Inggris. Orang “kulit putih” ini sedang
menjarah dunia untuk kepentingannya sendiri.
Dipelopori oleh Inggris, tentunya
tidak ada negara kolonialis yang mau dianggap sebagai “penjarah”, dan tercatat
dalam sejarah dengan julukan semacam ini. Karenanya, mereka mencari alasan
untuk menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan adalah benar. Salah satu alasan
yang mungkin adalah dengan menampilkan rakyat terjajah sebagai “masyarakat
primitif” atau “makhluk mirip binatang”. Dengan cara seperti ini, mereka yang
dibantai dan diperlakukan dengan tidak manusiawi dapat dipandang bukan sebagai
manusia, melainkan makhluk separuh manusia separuh binatang. Dengan demikian,
perlakuan buruk terhadap mereka tidak dapat dikatakan sebagai bentuk kejahatan.
Sesungguhnya, alasan yang
dicari-cari seperti ini bukanlah barang baru. Tersebarnya kolonialisme di dunia
telah bermula sejak abad ke-15 dan ke-16. Pernyataan bahwa sejumlah ras
memiliki sebagian sifat binatang pertama kali dikemukakan oleh Christopher
Columbus dalam penjelajahannya ke benua Amerika. Menurut pernyataan ini,
penduduk asli Amerika bukanlah manusia, akan tetapi sejenis binatang yang telah
berkembang. Oleh karenanya, mereka dapat dijadikan pelayan bagi para penjajah
Spanyol.
Meskipun Columbus digambarkan dalam
sejumlah film tentang penemuan benua Amerika sebagai orang yang memiliki rasa
persahabatan dan kemanusiaan terhadap penduduk asli, kenyataan membuktikan
bahwa Columbus tidak menganggap para penduduk asli tersebut sebagai manusia.19
Christopher Columbus adalah yang
pertama kali melakukan pembantaian besar-besaran. Columbus mendirikan daerah
jajahan Spanyol di wilayah-wilayah yang ia temukan, dan memperbudak penduduk
pribumi. Ia bertanggung jawab atas dimulainya perdagangan budak. Para
“penjajah” Spanyol menyaksikan kebijakan penindasan dan pemerasan yang
dijalankan Columbus, dan melanjutkan hal yang sama. Akibatnya, pembantaian yang
dilakukan mencapai batas yang sulit dipercaya. Misalnya, penduduk sebuah pulau
yang pada saat pertama kali dikunjungi Colum bus berjumlah 200.000, setelah 20 tahun berkurang menjadi
50.000, dan pada tahun 1540 hanya 1.000 orang yang masih tersisa. Saat seorang
penjajah Spanyol terkenal, Cortes, menginjakkan kakinya untuk pertama kali di
Meksiko di bulan Februari 1519, keseluruhan penduduk aslinya berjumlah 25 juta,
namun di tahun 1605 jumlah ini berkurang menjadi 1 juta. Di Pulau Hispaniola,
jumlah penduduk yang tadinya 7-8 juta pada tahun 1492, menjadi 4 juta jiwa pada
tahun 1496, dan hanya tersisa 125 orang pada tahun 1570. Berdasarkan angka para
sejarawan, dalam waktu kurang dari seabad setelah Columbus pertama kali
menginjakkan kakinya di benua tersebut, 95
juta manusia dibantai oleh para penjajah. Ketika Columbus menemukan
Amerika, 30 juta penduduk asli mendiami benua tersebut. Akibat pembantaian yang
terjadi di masa lalu dan masa kini, mereka telah menjadi ras punah dan kurang
dari 2 juta orang saja yang masih tersisa.
Yang menyebabkan pembantaian
tersebut mencapai tingkat yang sungguh sangat biadab ini adalah anggapan bahwa
para penduduk asli tersebut bukanlah manusia sejati, melainkan binatang.
Kebencian Darwin
terhadap Bangsa Turki
Sasaran paling utama bagi penjajahan Inggris di
akhir abad ke-19 adalah Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Di masa itu, imperium Utsmaniyyah
memerintah wilayah sangat luas yang terbentang dari Yaman hingga
Bosnia-Herzegovina. Namun hingga saat itu, wilayah yang sebelumnya damai, tentram dan stabil tersebut menjadi
sulit untuk diatur. Penduduk Kristen yang berjumlah sedikit mulai melakukan
pemberontakan dengan dalih ingin merdeka, dan kekuatan militer raksasa seperti
Rusia mulai mengancam kedaulatan Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Di seperempat terakhir abad ke-19,
Inggris dan Prancis bersekutu dengan sejumlah kekuatan yang ingin menyerang
Kekhalifahan Utsmaniyyah. Inggris secara khusus mengincar propinsi-propinsi di
bagian selatan Kekhalifahan Utsmaniyyah. Perjanjian Berlin, yang ditandatangani
pada tahun 1878, adalah wujud keinginan para penjajah Eropa untuk memecah belah
wilayah Utsmaniyyah. Lima tahun kemudian, yakni pada tahun 1882, Inggris
menduduki Mesir, yang masih merupakan wilayah Kekhalifahan Utsmaniyyah. Inggris
mulai melancarkan siasatnya untuk mengambil alih wilayah kekuasaan Utsmaniyyah
di Timur Tengah di kemudian hari.
Seperti biasanya, Inggris
mendasarkan politik penjajahan ini pada paham rasisme. Pemerintah Inggris
dengan sengaja berusaha menampilkan bangsa Turki, yang menjadi bagian utama penduduk Utsmaniyyah, dan negara
Utsmaniyyah secara khusus, sebagai bangsa “terbelakang”.
Perdana Menteri Inggris William
Ewart Gladstone secara terbuka mengatakan bahwa orang-orang Turki mewakili
bagian dari umat manusia yang bukan manusia, dan demi kepentingan peradaban
mereka, mereka harus digiring kembali ke padang rumput Asia dan dihapuskan dari
Anatolia.23
Perkataan ini, dan semisalnya,
digunakan selama puluhan tahun oleh pemerintah Inggris sebagai alat propaganda
melawan bangsa Utsmaniyyah. Inggris berupaya menampilkan Turki sebagai bangsa
terbelakang yang harus tunduk kepada ras-ras Eropa yang lebih maju.
Yang menjadi “landasan ilmiah” bagi
propaganda ini adalah Charles Darwin!
Sejumlah pernyataan Darwin tentang
bangsa Turki muncul dalam buku berjudul The
Life and Letters of Charles Darwin yang terbit pada tahun 1888. Darwin
mengemukakan bahwa dengan menghapuskan “ras-ras terbelakang” seleksi alam akan
mampu berperan dalam pembangunan peradaban, dan kemudian menuturkan perkataan
yang sama persis sebagaimana berikut ini tentang bangsa Turki:
Saya dapat menunjukkan bahwa peperangan dalam rangka
seleksi alam telah dan masih lebih memberikan manfaat bagi kemajuan peradaban
daripada yang tampaknya cenderung anda akui. Ingatlah bahaya yang harus dialami
bangsa-bangsa Eropa, tak sampai berabad-abad yang lalu, karena dikalahkan oleh
orang-orang Turki, dan betapa bodohnya jika pandangan seperti ini sekarang
masih ada! Ras-ras ‘Kaukasia’ yang lebih beradab telah mengalahkan bangsa Turki
hingga tak berdaya dalam peperangan untuk mempertahankan hidup. Melihat dunia
masa depan yang tidak begitu lama lagi, betapa tak terhitung jumlah ras-ras
rendah yang akan dimusnahkan oleh ras-ras lebih tinggi dan berperadaban di
seluruh dunia.24
Pernyataan Darwin yang tidak masuk
akal ini adalah alat propaganda tertulis untuk mendukung politik Inggris yang
ingin menghancurkan Kekhalifahan Utsmaniyyah. Dan alat propaganda ini
ternyata cukup ampuh. Perkataan Darwin yang pada intinya berarti “Bangsa Turki
akan segera musnah, ini adalah hukum evolusi” memberi semacam ‘pembenaran
ilmiah’ bagi propaganda Inggris dengan tujuan menciptakan kebencian terhadap
orang-orang Turki.
Keinginan Inggris untuk mewujudkan
ramalan Darwin pada intinya terpenuhi dalam Perang Dunia Pertama. Perang besar
ini, yang dimulai pada tahun 1914, terjadi akibat perang kepentingan antara
Jerman dan Austria-Hongaria di satu pihak, dan persekutuan antara Ingggris,
Prancis, dan Rusia di pihak lain. Namun satu hal terpenting dalam perang ini
adalah tujuan untuk menghancurkan dan memecah belah Kekhalifahan Utsmaniyyah.
Inggris menyerang Kekhalifahan Utsmaniyyah
dari dua arah yang terpisah. Yang pertama adalah melalui arah terusan Suez di
Mesir, Palestina, dan Irak, yang akan dibuka dengan maksud merebut wilayah
Utsmaniyyah di Timur Tengah. Yang kedua adalah melalui Gallipoli, salah satu
medan pertempuran paling berdarah pada Perang Dunia Pertama. Pasukan Turki di
Çanakkale bertempur dengan gagah berani dan kehilangan 250.000 tentaranya saat
melawan kekuatan musuh yang dihimpun Inggris. Sedangkan Inggris, daripada
mengerahkan pasukannya sendiri, lebih suka mengirimkan tambahan pasukan India
dan kesatuan Anzac yang mereka himpun dari daerah jajahannya seperti Australia
dan Selandia Baru, yang mereka pandang sebagai “ras terbelakang”, untuk
memerangi tentara Turki.
Permusuhan Darwin terhadap rakyat
Turki terus berlanjut hingga setelah Perang Dunia Pertama. Kelompok-kelompok
Neo-Nazi Eropa yang menyerang warga Turki di Eropa masih saja mengambil
pembenaran dari pernyataan Darwin yang tidak masuk akal tentang bangsa Turki.
Ucapan Darwin tentang bangsa Turki masih dapat ditemukan di situs-situs
internet yang dikelola para rasis yang memusuhi orang Turki tersebut. (Lihat
bab tentang Kaitan Erat antara Darwin dan Hitler.)
Rasisme dan
Darwinisme Sosial di Amerika
Tidak hanya di Inggris, Darwinisme sosial juga memberikan
dukungan bagi kaum rasis dan imperialis di negara-negara lain. Karenanya, paham
ini tersebar dengan cepat ke seluruh dunia. Yang terdepan di antara para
penganut teori tersebut adalah presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt.
Roosevelt adalah pendukung terkemuka dan tokoh yang menerapkan program
pembersihan etnis terhadap penduduk asli Amerika dengan dalih “pemindahan
paksa”. Dalam buku The
Winning of the West, ia merumuskan ideologi pembantaian, dan mengatakan bahwa
peperangan antar ras hingga titik penghabisan melawan suku Indian sungguh tidak
terelakkan.25 Yang menjadi sandaran utamanya adalah
Darwinisme, yang telah memberikan dalih baginya untuk menganggap penduduk asli
sebagai spesies terbelakang.
Sebagaimana perkiraan Roosevelt,
tak satupun perjanjian dengan penduduk asli Amerika yang dihormati, dan ini pun
mendapatkan pembenaran palsu dari teori “ras terbelakang”. Pada tahun 1871,
Konggres mengabaikan semua perjanjian yang dibuat dengan penduduk asli Amerika
dan memutuskan untuk membuang mereka ke daerah tandus, tempat mereka
menunggu-nunggu saat datangnya kematian. Jika pihak lain tidak dianggap sebagai
manusia, bagaimana mungkin perjanjian yang dibuat dengan mereka memiliki
keabsahan?
Roosevelt juga mengemukakan bahwa
peperangan antar ras sebagaimana disebutkan di atas merupakan tanda
keberhasilan tersebarnya orang-orang berbahasa Inggris (Anglo-Saxons) ke
seluruh dunia.26
Salah seorang pendukung utama
rasisme Anglo-Saxon, pendeta evolusionis Protestan asal Amerika, Josiah Strong,
memiliki jalan berpikir yang sama. Ia menulis perkataan berikut:
Kemudian dunia benar-benar akan memasuki babak baru
dalam sejarahnya – kompetisi akhir di antara ras-ras di mana ras Anglo-Saxon
tengah menjalani pelatihan untuk menghadapinya. Jika perkiraan saya tidak
keliru, ras kuat ini akan bergerak memasuki Meksiko, Amerika Tengah dan
Selatan, bergerak keluar memasuki pulau-pulau yang ada di lautan, ke seberang
memasuki Afrika dan seterusnya, dan menguasai semua wilayah. Dan adakah yang
meragukan bahwa hasil kompetisi ini
adalah “kelangsungan hidup bagi yang terkuat?”.27
Kaum rasis terkemuka yang
menggunakan Darwinisme Sosial sebagai dalih adalah mereka yang memusuhi ras
kulit hitam. Mereka mengelompokkan ras menjadi beberapa tingkatan, menempatkan
ras kulit putih sebagai yang paling unggul dan kulit
hitam sebagai yang paling primitif. Teori-teori rasis mereka ini sangat
bersesuaian dengan teori evolusi.28
Salah seorang pakar teori rasis
evolusionis terkemuka, Henry Fairfield Osborn, menulis dalam sebuah artikel berjudul
The Evolution of Human Races bahwa
“kecerdasan standar rata-rata orang Negro dewasa setara dengan anak muda Homo sapiens berusia sebelas tahun”29
Berdasarkan cara berpikir ini,
orang-orang kulit hitam sama sekali bukan tergolong manusia. Pendukung gagasan
rasis evolusionis yang terkenal lainnya, Carleton Coon, mengemuka-kan dalam
bukunya The Origins of Race yang terbit pada tahun 1962 bahwa ras kulit
hitam dan ras kulit putih adalah dua spesies berbeda yang telah berpisah satu
sama lain pada zaman Homo erectus.
Menurut Coon, ras kulit putih berevolusi lebih maju setelah pemisahan ini. Para
pendukung diskriminasi terhadap ras kulit hitam telah menggunakan penjelasan
‘ilmiah’ ini sejak lama.
Keberadaan teori ilmiah yang
mendu-kungnya telah meningkatkan pertumbuhan
rasisme di Amerika dengan pesat. W.E. Dubois, yang dikenal sebagai penentang
diskriminasi ras, menyatakan bahwa “permasalahan abad ke-20 adalah permasalahan
tentang diskrimi-nasi warna kulit”. Menurutnya, kemunculan masalah rasisme yang
sedemikian meluas di sebuah negara yang ingin menjadi paling demokratis di
dunia, yang dalam beberapa hal tampak
berhasil mencapainya, merupakan suatu keanehan yang cukup penting. Penghapusan
perbudakan belumlah cukup untuk membangun persaudaraan di antara orang-orang
kulit hitam dan kulit putih. Ia berpendapat bahwa diskriminasi resmi, yang
dahulunya pernah diberlakukan dalam waktu singkat, pada masa sekarang telah
menjadi suatu kenyataan dan keadaan yang sah secara hukum, yang jalan keluarnya
masih dalam pencarian30
Kemunculan undang-undang
diskriminasi ras pertama, yang dikenal sebagai “Undang-Undang Jim Crow” (Jim
Crow digunakan oleh warga kulit putih sebagai salah satu nama celaan untuk
orang kulit hitam) juga terjadi pada masa itu. Ras kulit hitam benar-benar
tidak diperlakukan sebagaimana layaknya manusia, dipandang rendah dan
diperlakukan dengan hina di mana-mana. Terlebih lagi, ini bukanlah sikap
segelintir rasis secara orang per orang, namun telah ditetapkan sebagai
kebijakan resmi negara Amerika dengan undang-undangnya tersendiri. Segera
setelah dikeluarkannya undang-undang pertama yang menyetujui pemisahan ras pada
kereta api dan trem di Tennessee pada tahun 1875, seluruh negara bagian di
Selatan menerapkan pemisahan ini pada kereta api mereka. Tanda bertuliskan
“Whites Only” (“Hanya Untuk Kulit Putih”) dan “Blacks” (“Kulit Hitam”)
tergantung di mana-mana. Sebenarnya, semua ini hanyalah pemberian status resmi
pada keadaan yang sebelumnya telah ada. Pernikahan antar ras yang berbeda
dilarang. Menurut undang-undang yang berlaku, pemisahan ras wajib dilaksanakan
di rumah sakit, penjara, dan tempat pemakaman. Pada penerapannya, peraturan ini
juga merambah ke hotel, gedung pertunjukan, perpustakaan, bahkan lift dan
gereja. Tempat di mana terjadi pemisahan ras paling jelas adalah sekolah.
Penerapan kebijakan ini berdampak paling besar terhadap warga kulit hitam, dan
merupakan penghalang utama bagi kemajuan peradaban mereka.
Penerapan kebijakan pemisahan ras
diwarnai dengan gelombang kekerasan. Terjadi peningkatan tajam pada jumlah
orang kulit hitam yang dihukum mati tanpa melalui proses pengadilan. Antara
tahun 1890 dan 1901, sekitar 1.300 orang kulit hitam dihukum mati. Akibat
perlakuan ini, orang-orang kulit hitam melakukan perlawanan di beberapa negara
bagian.
Gagasan dan teori rasis mewarnai
masa-masa tersebut. Tak lama kemudian, rasisme biologis Amerika diterapkan
sebagaimana hasil penelitian yang dicapai R. B. Bean melalui metoda pengukuran
tengkoraknya, dan dengan dalih melindungi penduduk benua baru tersebut dari
gelombang migrasi tak terkendali, muncullah rasisme Amerika
gaya . Madison Grant, pengarang buku The Passing of the Great Race (1916) menulis bahwa percampuran dua ras
tersebut akan menyebabkan munculnya ras yang lebih primitif dibanding spesies
berkelas rendah, dan ia menghendaki pelarangan atas perkawinan antar ras. 31
Rasisme telah ada di Amerika
sebelum Darwin, sebagaimana halnya di seluruh dunia. Namun, seperti yang telah
kita ketahui, Darwinisme memberikan dukungan nyata terhadap pandangan dan kebijakan
rasis di paruh kedua abad ke-19. Sebagai contoh, sebagaimana yang telah kita
pahami dalam bab ini, ketika para pendukung rasisme melontarkan pandangan
mereka, mereka menggunakan pernyataan Darwinisme sebagai dalih. Gagasan yang
dianggap biadab sebelum masa Darwin, kini mulai diterima sebagai hukum alam.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar